THEORIES OF THE DOMINANT IDEOLOGY

Zuryawan Isvandiar Zoebir, Mahasiswa Magister Pembangunan Sosial Universitas Indonesia, Angkatan III, NPM. 8399040304

Tulisan ini merupakan suatu reaction paper terhadap salah satu bagian dari thesis-thesis ideologi dominan yang berasal dari German Ideology, merupakan tugas mata kuliah Perubahan Sosial dan Pembangunan pada Angkatan III MPS-UI yang diberikan oleh Dr. Tamrin A. Tomagola.

Dalam kutipan buku Marx and Engels, 1965, thesis-thesis ideologi dominan berasal dari German Ideology, sebagai berikut :

“Ide-ide hanya berasal dari kelas yang berkuasa, yakni kelas yang menguasai kekuatan material, dan pada saat yang sama menguasai pula kekuatan intelektual. Kelas yang memiliki dan menguasai perangkat produksi dan distribusi material, dianggap mempunyai kontrol terhadap perangkat produksi mental masyarakat. Ide-ide yang berlaku tidak lebih daripada pengungkapan ideal mengenai hubungan material dominan. Jadi suatu hubungan yang membuat suatu kelas menjadi kelas penguasa, merupakan ide-ide dari dominasi itu sendiri.

Pada saat kelas penguasa mendominasi dan sangat menentukan kebijakan-kebijakan pada masyarakat, maka terbukti bahwa mereka ternyata menguasai keseluruhan bidang yaitu sebagai pemikir, sebagai penghasil ide dan pengatur produksi dan distribusi ide di masa itu.

Terdapat tiga hal yang dapat dikemukakan mengenai hal-hal di atas :

Pertama, dalam pembahasan atau analisisnya mengenai perangkat produksi mental, Marx dan Engels mengungkapkan pula dengan apa yang disebutnya sebagai aparat peyebaran ideologi. Kelas yang berkuasa sangat berpengaruh terhadap kehidupan mental masyarakat, karena kelas penguasa yang melakukan pengendalian terhadap aparat penyebaran ideologi ini.

Kedua, Marx dan Engels pun mengemukakan teori kelas dimana suatu ideologi dominan menghasilkan ide-ide pengaturan dan atau bertindak sebagai pemikir.

Ketiga, Marx dan Engels merumuskan dua interpretasi mengenai : dominasi satu pihak terhadap pihak lain. Dalam versi halus, Marx dan Engels, menginterpretasikan bahwa kehidupan intelektual masyarakat didominasi oleh kelas penguasa/pengatur, sehingga diyakini bahwa hal tersebut merupakan ide-ide atau gagasan-gagasan kelas dominan dan dipastikan tidak akan dapat memahami kebudayaan kelas menengah secara sederhana sekalipun, karena pada situasi seperti itu kebudayaan tidak memiliki pranata yang dapat menunjukkan fungsinya yang universal. Dalam versi tegas, bahwa perintah yang dilakukan oleh kelas penguasa terhadap aparatur produk intelektual memperlihatkan tidak adanya kebudayaan bawahan atau subordinat, karena semua kelas dipadukan dalam dunia intelektual yang sama, yakni kelas penguasa. Jadi, dalam interpretasi yang pertama, terdaapt berbagai budaya yang tampak didalam suatu masyarakat, tetapi hanya ada satu yang dapat diberlakukan secara umum. Sedangkan dalam interpretasi kedua hanya ada satu kebudayaan yang dominan dimana semua kelas saling berbagi.

Dalam ideologi jerman, tidak jelas mana yang disukai oleh Marx dan Engels. Kenyataannya kedua orang tersebut membuat suatu penilaian sendiri-sendiri. Dari sudut lain, jelas bahwa mereka tidak mengadopsi a fully fledged theory of incorporation, and the notion of class struggle dimana pada tingkat ideologi, ekonomi dan politik, teori ini memainkan peranan penting.

Dalam karyanya The Condition of the Working Class in England in 1844 Engels mengatakan bahwa perbedaan kaum borjuis dan pekerja yang sangat mencolok merupakan gejala yang sama pada setiap negara. Kelas pekerja membicarakan dengan cara lain, pemikiran dan keteladanan lain serta politik-politik lain mengenai prinsip-prinsip moral, agama dan politik yang sangat berbeda dibandingkan dogma kaum borjuis.

Dalam jilid satu Das Capital, Marx menunjukkan bahwa kelas pekerja memperjuangkan lamanya hari atau jam kerja. Perjuangan ini sebagian dimenangkan oleh kelas pekerja dengan dikeluarkannya peraturan-peraturan yang membatasi hari atau jam kerja.

Marx menjelaskan bahwa perjuangan dimulai sebagai suatu fenomena ekonomi murni, tetapi dikembangkan menjadi suatu gerakan politik.

Penulis berpendapat bahwa Marx dan Engels tidak menggunakan incorporation theory. Jadi sangat tidak benar apa yang dilakukan pengikut-pengikutnya selama ini, yang beberapa diantara mereka mengklaim bahwa teori-teorinya menginterpretasi atau berbasis German Ideology mengenai penyatuan ideologi kelas pekerja dalam masyarakat kapitalis. Memang dalam 50 tahun terakhir, banyak pengikut Marxis yang sangat terkesan dengan stabilitas masyarakat kapitalis, tetapi dilain pihak juga membuat teori mengenai konsep ideologi yang diperbandingkan dengan konsep ekonomi.

Pada fase awal perkembangan pemikiran Marxist, dari saat kematian Marx hingga awal perang dunia pertama, terdapat upaya-upaya perluasan teori ekonomi Marx, yaitu dipergunakannya metode ilmiah tertentu yaitu positivisme. Itulah sebabnya analisis Marx harus mengambil bentuk proposisi seperti hukum, yang dapat mengungkapkan penekanan mengenai ekonomi dan penggunaan metode positivisme yang akan menghasilkan suatu keyakinan yang tegas mengenai jatuhnya kapitalisme melalui kontradiksi-kontradiksinya sendiri.

J.M. Bernstein

Bernstein merupakan penentang awal reduksionisme ekonomi dari sejak awal tahun 1920-an, oleh karena menurutnya telah bertentangan dengan teks-teks atau konsep asli Marx.

Reaksi ini dilakukan dalam tiga bentuk.

Pertama, seperti yang telah dijelaskan, intelektual umumnya merupakan akademisi-akademisi, bukannya aktivis politik. Kehidupan akademisnya bukan hanya menyebabkannya jauh dari nuansa perjuangan kelas pekerja, tetapi juga pemikiran-pemikirannya senantiasa berupa filsafat.

Kedua, terdapatnya suatu penekanan mengenai metode marxisme dan mengenai filsafat marxist, aplikasinya sering mengambil bentuk penolakan terhadap positivisme dan penekanan mengenai pentingnya peran agensi/ manusia dan unsur-unsur subyektif lainnya.

Ketiga, marxisme internasional generasi kedua lebih menekankan kepentingan superstruktur politik dan ideologi sehingga relatif kurang berminat mengkaitkannya berdasarkan analisis ekonomi.

Tiga pandangan pokok itu merupakan rahasia tersembunyi masyarakat kapitalis yang tidak hanya dapat diketemukan dalam ekonomi. Peluang-peluang untuk maju, baik politik maupun teori, terletak dalam analisis lengkap mengenai superstruktur, yang diasumsikan merupakan independensi ekonomi.

Terdapat tiga prioritas perbaikan superstruktur masyarakat dalam rangkaian upaya kebangkitan teori marxis setelah perang dunia pertama.

Pertama, berkaitan dengan superstruktur secara umum. Frankfurt School misalnya menekankan peran kebudayaan, sedangkan Gramsci mendasarkan pandangannya pada bidang politik. Althusser berpendapat bahwa sejarah sangat berperan melalui beranekaragamnya bentuk dunia superstruktur, yang berasal dari tradisi lokal sampai internasional, sehingga menurut Althusser ada kepentingan tertentu yang terjadi secara berlanjut dalam bidang ideologi dan budaya yaitu sejarah.

Antonio Gramsci

Karya Gramsci banyak dipengaruhi berbagai bentuk ekonomisme, yang melibatkan suatu hukum-hukum obyektif mengenai perkembangan historis yang mirip dengan hukum-hukum alam, mirip dengan kepercayaan dalam suatu teleologi seperti yang terdapat pada paham agama. Dalil dasar mengenai materialisme historis menyebutkan bahwa setiap fluktuasi politik dan ideologi dapat digambarkan dan diuraikan sebagai suatu ungkapan struktur, dan harus diuji dan dibuktiakan berdasarkan pandangan marx.

Gramsci adalah seorang teoritisi politik, khususnya mengenai partai politik dan negara sehingga ia pun memperhatikan ideologi, memperhatikan perbedaan-perbedaan budaya diantara sekelompok masyarakat, atau segmen masyarakat, dimana masyarakat mempunyai pengaruh-pengaruh ekonomi, politik dan sosial; mereka tidak dapat dianggap sebagai hanya satu epifenomena. Perhatiannya terhadap ideologi dan politik juga berhubungan dengan kemungkinan-kemungkinan kreatif individu dalam menentang penentuan struktur sosial. Menurut Gramsci, marxisme dapat saja menjadi suatu ilmu pengetahuan yang merumuskan hukum-hukum umum, tetapi politik dan ekonomi haruslah merupakan terapan yang merupakan inisiatif dan kemauan individu.

Gramsci mengharapkan secara teoritis dapat menciptakan penerapan ideologi, otonomi dan politik, dan orientasi ini menghasilkan konsep mengenai hegemoni, yakni konsep krusial di dalam sejarah marxisme sejak perang dunia pertama dan secara baik menuntun pandangan kita mengenai kecenderungan penerapan teori marxis.

Konsep hegemoni mengungkapkan pandangan kepemimpinan yang bersifat sangat ideologis sebagai politik atau represif.

Menurut Gramsci, supremasi kelompok sosial termanifestasi dalam dua cara, yakni sebagai dominasi dan sebagai kepemimpinan moral dan intelektual.

Kelompok sosial mendominasi kelompok-kelompok antagonis yang cenderung melakukan pencairan atau penundukan melalui kekuatan angkatan bersenjata. Kelompok sosial dapat dan harus mempraktekkan kepemimpinan moral dan intelektual sebelum memenangkan posisi pemerintahan, sehingga pada saatnya menjadi kelompok dominan.

Hegemoni tidak dapat dilihat sebagai pandangan ideologi murni. pandangan Gramsci sebenarnya adalah mengenai desakannya mengenai kepentingan kepemimpinan moral dan intelektual

Hegemoni sangat melibatkan dominasi ideologi.

Keseimbangan antara paksaan dan persetujuan dalam praktek hegemoni secara historis bervariasi. Secara umum, semakin lemah suatu persetujuan, maka semakin kuat paksaan yang dipraktekkan oleh negara.

Sebagai contoh Gramsci membandingkan Rusia dengan negara-negara Barat dalam menerapkan hegemoninya, dimana paksaan merupakan senjata utama bagi Rusia sedangkan negara-negara Barat mengkombinasikan paksaan dan persetujuan dalam hegemoninya.

Gramsci dengan cerdas menunjukkan, bahwa orang tidak secara serta merta memberikan persetujuannya dengan atau karena diberikan bantuan; kepatuhan tidak otomatis tetapi harus diupayakan.

Dalam interpretasinya mengenai Gramsci, Anderson berpendapat bahwa masyarakat sipil dan negara merupakan struktur terpisah, sebagai perangkat lembaga negara atau perangkat lembaga di dalam masyarakat. Masyarakat sipil tersusun atas lembaga-lembaga kecil seperti gereja, serikat perdagangan dan sekolah; sedangkan negara tersusun atas lembaga-lembaga masyarakat seperti pemerintahan, pengadilan, polisi dan tentara.

Masyarakat sipil merepresentasikan dirinya melalui persetujuan sedangkan negara merepresentasikan dirinya melaui aparat pemaksa/alat negara.

Yang agak membingungkan, Gramsci menyamakan konsep mengenai hegemoni antara masyarakat dan sipil dan dengan perkembangan persetujuan dan konsep dominasi dengan masyarakat politik dan penggunaan kekuatan.

Sehingga dalam hal ini lebih baik menginterpretasikan istilah hegemoni bagi kepemimpinan suatu kelompok yang didasarkan pada kombinasi antara penekanan/pemaksaan dan persetujuan secara sukarela.

Dalam karyanya yang lain, Gramsci menggunakan pandangan yang berbeda mengenai hubungan antara masyarakat sipil dan negara. Disini ia berpendapat bahwa negara dalam masyarakat kapitalis modern tidak sepenuhnya merupakan instrumen penekanan/pemaksa, tetapi juga memiliki kepentingan terhadap fungsi ideologi, khususnya yang berkaitan dengan lembaga-lembaga representasi demokrasi seperti parlemen.

Didalam masyarakat sipil para intelektual memiliki peran penting, dalam upaya mempersatukan ideologi masyarakat atau menciptakan hegemoni.

Setiap orang adalah intelektual pada bidangnya, dan masing-masing mempunyai tugas yang berbeda dan masing-masing dikaitkan dengan kelas sosial dan melaksanakan fungsi mengartikulasikan pandangan dunia sosial yang sesuai dengan kelas sosialnya.

Kelas penguasa/pengatur pun merupakan lapisan intelektual dan memberikan peran penting sebagai aparat dimana komponen ideologi dari hegemoni kelas penguasa diterapkan dan dilanjutkan.

Konsep Gramsci mengenai hegemoni dan ideologi memiliki sumbangan yang lebih penting dibandingkan dengan ilmuwan lain, dan konsepnya ini memberikan kontribusi yang cukup kepada ideologi dominan kontemporer.

Dominasi masyarakat terhadap negara di Barat dapat disamakan dengan pradominasi hegemoni atas penggunaan kekerasan sebagai modal dasar dari kekuatan borjuis menuju kapitalisme. Karena hegemoni mengacu pada masyarakat sipil, dan masyarakat sipil menyerahkan hegemoninya kepada negara, sehingga ini merupakan kekuasaan kelas penguasa dalam mengatur stabilitas tatanan kapitalis. Berdasarkan pemikiran Gramsci, hegemoni berarti subordinasi/penundukan ideologis terhadap kelas pekerja.

Gramsci bukan seorang idealis, sekalipun demikian ia menentang reduksionisme struktur ekonomi dan disisi lain ia bukan seorang penganut reduksionisme ideologi.

Semua orang adalah intelektual sehingga semua orang memiliki konsep yang sama mengenai dunia. Jika kelas subordinasi/kelas bawah berada dalam kelas kapitalis, maka konsep mengenai dunia ini berada pada tingkat umum.

Selama ini, kelas pekerja tidak memiliki suatu kesadaran sendiri dalam konsep pemikiran logis. Common sense dan kondisi ekonomi masih merupakan kesadaran kelas pekerja dalam menjalani kegiatannya.

Kritik terhadap Gramsci dalam hal ini adalah : sekalipun kenyataannya terdapat sautu kesadaran masyarakat dalam ideologi dominan, ternyata mereka masih cenderung menampakan kepasifan moral dan politik. Perkembangan kesadaran kelas pekerja terhadap aktivitas politik dan kesadaran negara merupakan hasil perjuangan yang ditimbulkan oleh massa partai politik. Pada akhirnya keberhasilan suatu massa politik dalam perjuangan bergantung kepada dominasi ideologi, dan kejatuhannya pun merupakan hasil perjuangan ideologi.

Juergen Habermas

Habermas adalah marxis yang berbeda dengan Althusser dan ia bukan pengikut partai militer dan Habermas telah memberikan sumbangan terhadap teori marxis modern.

Seperti Althusser dan Gramsci, ia secara tegas menolak ekonomisme dan mengangkat kepentingan segmen-segmen supra struktur. Menurut Habermas, peran ekonomi hanya unggul pada awal-awal perkembangan kapitalisme. Pada era kapitalisme dimasa kini, peran politik tidak dapat dipisahkan dengan peran ekonomi.

Habermas memiliki pandangan-pandangan yang berkonsep legitimasi. Menurutnya, harus ada beberapa proses yang melegitimasi sistem sosial. Legitimasi sistem sosial, merupakan persyaratan/kebutuhan fungsional. Ini merupakan proses kompleks, yang secara potensial tersusun atas sejumlah elemen yang berbeda, dan masyarakat yang berbeda akan tergantung kepada berbagai bentuk legitimasi yang sangat berbeda.

Sehingga Habermas tidak berpendapat bahwa satu-satunya mekanisme legitimasi adalah penanaman paham-paham tertentu dalam pola pikir pelaku sosial sehingga mereka mempercayai pengaturan sosial tertentu.

Konsep legitimasi tidak begitu sama dengan ideologi, karena merupakan ide-ide berbeda yang ada pada setiap orang.

Institusi dan penerapan demokrasi parlemen merupakan sumber legitimasi yang penting. Ini merupakan bentuk-bentuk legitimasi yang tidak dapat direduksi oleh berbagai pendapat orang dalam kaitan dengan penerapannya.

Walaupun ada beberapa diskusi mengenai legitimasi karena melibatkan penerapan-penerapan yang tidak dapat direduksi, Habermas secara nyata mengacu pada legitimasi yang melibatkan berbagai paham.

Habermas membuat perbedaan secara jelas antara kapitalisme awal dan akhir, ini merupakan suatu perbedaan nyata (tidak hanya dalam perbedaan ekonomi, politik dan sosial) tetapi juga dalam banyak perbedaan mengenai legitimasi.

Pada kapitalisme mutakhir, negara menangani hal-hal mendasar bidang ekonomi dan selebihnya diserahkan kepada mekanisme pasar, melalui berbagai proses perencanaan ekonomi secara global terhadap perbaikan infrastruktur baik secara materi dan non-materi.

Konflik kelas dalam kapitalisme awal tergantikan oleh kompromi kelas pada kapitalisme mutakhir.

Perkembangan penting selanjutnya, mencakup hilangnya identitas kelas dan terjadinya fragmentasi kesadaran masyarakat, misalnya mengenai negosiasi pengupahan. Negosiasi pengupahan khususnya dalam sektor publik dan monopolitik ekonomi dipengaruhi oleh kompromi-kompromi politik secara efektif antara pemilik modal dan buruh yang direpresentasikan melalui serikat-serikat.

Pada perkembangan berikutnya, Habermas menunjukkan bahwa masyarakat tradisional dilegitimasi oleh pandangannya mengenai agama. Jadi, Habermas berpendapat bahwa proses legitimasi suatu paham dalam masyarakat tradisional terjadi dengan sendirinya. Ungkapan masyarakat tradisional mengacu pada situasi yang menunjukkan bahwa pembentukan lembaga masyarakat didasarkan pada legitimasi yang dibangun melalui pemahaman secara fisik, agama atau mitos.

Legitimasi dalam suasana kapitalisme awal didasarkan atas mekanisme pasar yang dapat memperjualbelikan keadilan dan kebenaran.

Louis Pierre Althusser

Tujuan utama Althusser adalah ekonomisme. Ia tidak menyukai metafora yang berbasis superstruktur, karena menurut Althusser terlalu banyak pandangan yang berbasis seperti itu.

Targetnya adalah mengungkapkan totalitas masyarakat dalam suatu pengungkapan tunggal. Althusser mengambil pandangan mengenai totalitas sosial sebagai suatu kesatuan.

Bagi Althusser, keseluruhan kelas merupakan totalitas yang memiliki otonomi yang bersifat relatif. Menurut Althusser hubungan produksi mengungkapkan keberadaan superstruktur ideologi dan politik hukum sebagai suatu kondisi keberadaan khasnya, hubungan produksi tidak dapat dipikirkan menurut konsepnya pada saat mengabstrakkan kondisi superstruktur mengenai keberadaan.

Althusser menunjukkan hubungan yang erat dan adil mengenai ideologi dan politik pada satu sisi dan ekonomi di sisi lain.

Althusser berpendapat bahwa sistem hukum merupakan syarat keberadaan ekonomi kapitalis, misalnya proses produksi, sirkulasi dan pendistribusian produk sosial mengharuskan adanya suatu sistem hukum yang mengaturnya misalnya kontrak hukum.

Disatu sisi ekonomi menurut Althusser dikehendaki berdasarkan model-model produksi dan disisi lain ideologi pun mendapat tempat utama.

Althusser mencoba meningkatkan fungsi superstruktur secara kritis, dalam pandangan Althusser ideologi bekerja secara khusus dan berbeda dengan model produksi.

Bogor, 26 November 1999